Mengapa Perempuan Harus Memiliki Penghasilan Sendiri? (Bagian 2)

Cetak

QS. Al-Baqarah ayat 216 : "Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu.

Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui"

 

Seperti telah dijelaskan pada tulisan sebelumnya (bagian 1) bahwa rejeki, jodoh dan kematian sudah diatur oleh Yang Maha Kuasa. Sebagai manusia kita hanya bisa berusaha, berdoa dan meminta yang terbaik kepada Sang Pencipta. Meskipun yang terjadi kadang tidak sesuai dengan harapan dan rencana yang telah disusun dan siapkan, namun kita tetap harus yakin dan percaya bahwa takdir yang dituliskan untuk kita adalah skenario terbaik dari Allah SWT aamiin...

Melanjutkan tulisan sebelumnya, berikut ini adalah alasan mengapa perempuan harus memiliki penghasilan sendiri:

3. Suami Kehilangan Pekerjaan

Masih ingatkah kalian saat wabah covid-19 melanda seluruh dunia dan menyebabkan suatu daerah harus lockdown untuk memperkecil dampak penularan virus tersebut yang terjadi secara cepat. Kegiatan manusia pun dibatasi, baik pada saat bekerja dikantor, saat berbelanja di supermarket ataupun mall dan pembatasan jumlah penumpang ditransportasi umum dan duduk/berdiri tidak boleh saling berdekatan. (tonton video Situasi dan kondisi KRL tujuan Bogor)

Dalam keadaan yang serba dibatasi dan kondisi ekonomi yang tidak menentu, banyak perusahaan yang tidak dapat bertahan sehingga harus melakukan pengurangan atau pemutusan hubungan kerja terhadap pegawai untuk memperkecil pengeluaran dan kerugian akibat berkurangnya pemasukan dari penjualan barang/jasa.

Dampak lain dari wabah covid-19 adalah berkembangnya cara kerja baru yang dapat dilakukan secara online dimana seorang pegawai (dan bahkan pelajar/mahasiswa) dapat bekerja dan belajar dirumah melalui aplikasi zoom meeting yang dikenal dengan istilah WFH (work from home) bagi pegawai dan PJJ (pembelajaran jarak jauh) bagi pelajar/mahasiswa.

Setiap orang “dipaksa” untuk memahami cara kerja aplikasi tersebut karena saat covid-19, rapat dan diskusi terkait pekerjaan tidak lagi harus bertemu secara fisik. Dengan kondisi tersebut pula, mulai banyak aplikasi tercipta untuk membantu dan mempermudah pekerjaan manusia, misalnya saja untuk absensi. Apabila sebelumnya seorang pegawai harus absen menggunakan mesin sidik jari (yang memungkinkan terjadinya penyebaran virus akibat tangan yang kotor), saat covid-19 muncul aplikasi absensi yang dapat diakses secara online. Aplikasi tersebut juga didesain dengan adanya fitur WFH (karena pembatasan kehadiran pegawai dikantor hanya 50% dan bahkan pada saat kondisi parah hanya 25% pegawai yang WFO/work from office).

Meskipun saat ini wabah covid-19 sudah dianggap hilang, namun cara kerja baru yang berlangsung beberapa tahun tersebut tetap ada dan dipertahankan. Beberapa perusahaan tetap memilih menggunakan teknologi yang dianggap lebih efektif dan efisien. Sekalipun membutuhkan pekerja/pegawai, mereka hanya merekrut pegawai paruh waktu untuk mengerjakan beberapa proyek yang dilakukan dalam jangka waktu tertentu dan dapat dilakukan pegawai tersebut dari rumah (diskusi dilakukan melalui zoom meeting) dan mengirimkan hasil kerjanya melalui email, cloud ataupun google drive.

Setelah menyelesaikan sebuah proyek (kontrak berakhir) dan membayarkan upah pekerja tersebut, perusahaan tidak perlu membayarkan tunjangan ataupun uang pesangon kepada pekerja paruh waktu. Dari sisi perusahaan, hal ini sangatlah menguntungkan karena perusahaan “tidak terbebani” dengan tanggungjawab terhadap hak karyawan tetap seperti memberikan Tunjangan Hari Raya (THR), dan memberikan pesangon apabila akan melakukan pemutusan hubungan kerja dengan pegawainya apabila kinerja pegawai tersebut menurun atau sudah tidak produktif lagi.(Baca tulisan Saatnya upgrade skill anda)

Terkait hal tersebut diatas, bisa jadi saat ini suami anda bekerja sebagai supervisor atau manager di sebuah perusahaan, namun karena situasi dan kondisi tertentu terjadi PHK masal dan suami anda menjadi salah satu pegawai yang kehilangan pekerjaan yang telah lama dirintis dan dijalaninya selama bertahun-tahun. (Baca tulisan Siapkah saat pekerjaan anda digantikan teknologi)

Dampak dari kehilangan pekerjaan adalah suami kehilangan penghasilan yang diperoleh setiap bulannya. Apabila selama bekerja dia memiliki pekerjaan sampingan (side job) ataupun tabungan/dana darurat yang nilainya 6-12 kali pengeluaran rutin bulanan, keluarga masih tetap dapat bertahan hidup meskipun tetap perlu dilakukan penyesuaian pengeluaran biaya hidup sehari-hari. Namun apabila hal tersebut tidak dimiliki dan anda juga tidak memiliki penghasilan, maka bisa jadi anda akan menjual asset yang dimiliki untuk bertahan hidup.

Apabila perempuan memiliki penghasilan ataupun tabungan sendiri, maka pada saat situasi dan kondisi tersebut terjadi anda masih dapat membantu meringankan beban suami dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan pengeluaran rutin bulanan (biaya sekolah anak, biaya listrik dan air) selama suami tidak memiliki penghasilan dan sedang mencari pekerjaan baru. (Baca tulisan Sudahkah anda bersyukur hari ini ?(bagian 2)

4. Berpisah karena alasan tertentu

Menyambung lagi masalah jodoh, bisa jadi suatu saat anda dan suami harus berpisah / bercerai karena suatu alasan eksternal yang tidak dapat dihindari. Bisa karena adanya pihak ketiga ataupun karena anda tidak dapat memiliki atau dapat memberikan keturunan.

Bagi budaya atau keluarga tertentu, memiliki keturunan (anak kandung) adalah suatu hal wajib yang tidak dapat ditawar lagi untuk melanjutkan garis keturunan keluarga tersebut. Kondisi tersebut menyebabkan adanya desakan dari keluarga suami agar perempuan dapat melahirkan anak kandung yang berasal dari darah dagingnya. Tidak jarang banyak orang tua yang meminta anak laki-laki mereka untuk menikah lagi agar memiliki anak kandung sendiri dan menceraikan istrinya yang tidak dapat memberikan keturunan bagi keluarganya. (Baca tulisan Sudahkah anda bersyukur hari ini?(bagian 1)

Apabila selama menjadi ibu rumah tangga anda sudah memiliki penghasilan dan bahkan tabungan sendiri, ketika kondisi tersebut terjadi maka anda tidak akan ketergantungan secara ekonomi kepada suami karena bisa jadi (keluarga) suami tidak akan memberikan pembagian harta kepada anda yang merupakan seorang ibu rumah tangga (karena asset dibeli dari gaji suami) dan tidak dapat memberikan keturunan. Dan apabila sudah berpisah secara resmi, suami tidak lagi berkewajiban memberikan nafkah kepada anda.

Mungkin apa yang saya sebut dan katakan diatas sangatlah kejam namun kemungkinan-kemungkinan tersebut bisa saja sudah terjadi pada orang lain. Hal tersebut juga bisa saja terjadi dan menimpa diri anda sehingga sebelum semua terlanjur terjadi dan memunculkan penyesalan dikemudian hari, ada baiknya anda memiliki tabungan (dari uang bulanan yang diberikan suami) ataupun mulai mencari penghasilan sendiri untuk masa depan anda.

 

Tulisan ini akan berlanjut di bagian ketiga, selamat berkarya dan sukses selalu dimanapun kita berada :D

Komentar

Tampilkan/Sembunyikan Form Komentar Please login to post comments or replies.